Ajakan Keluar Rumah
Pagi itu, Aida sedang sibuk memasukkan makanan yang baru saja selesai ia masak ke dalam wadah karena ia akan memberikan makanan itu untuk Danish.
Danish sudah menolak Aida untuk datang dan membawakan sarapan untuknya. Namun, Aida tetaplah Aida, ia tidak akan menyerah begitu mudah.
“Kamu mau kemana, Nak?” Tanya seorang wanita yang baru saja memasuki dapur.
“Eh, Mama, Aida mau ke rumah Kak Danish buat anterin ini.” Aida menunjukkan beragam lauk pauk yang sudah ia buat.
“Danish?” Tanya sang Mama yang tampak heran.
Aida mengangguk. “Itu nama anak tetangga kita. Aida seneng banget dia mau temenan sama Aida.”
Sang Mama yang melihat anaknya terlihat antusias dan senang pun mengembangkan senyumnya.
Pasalnya, ia tahu bahwa Aida tidak mempunyai teman. Bahkan di sekolah pun anaknya itu pun tidak memiliki teman, entah apa penyebabnya. Namun Aida selalu menutupinya dengan berkata bahwa ia memiliki banyak teman. Hatinya terluka melihat putri semata wayangnya yang selalu berusaha terlihat baik-baik saja, namun nyatanya tidak.
“Yaudah, hati-hati. Jangan kecapekan juga, Nak,”
“Siap, Bu Boss! Kalau gitu Aida pergi ya, Ma,” pamit Aida sembari membawa paper bag yang berisi makanan tersebut.
Ia melangkahkan kakinya menuju rumah Danish.
Sesampainya di depan rumah Danish, Aida melihat seorang wanita paruh baya yang kira-kira seusia dengan Mamanya.
“Permisi, Tante,” panggil Aida lembut.
Wanita paruh baya yang sedang menyiram tanaman itu pun mengalihkan atensinya ke Aida.
“Cari siapa ya, Nak?”
Aida mengembangkan senyum manis miliknya dan berkata, “Saya Aida, anaknya ibu Jiya tetangga yang tinggal di rumah itu, Tante.” Aida menunjuk ke arah rumahnya.
Wanita paruh baya yang ia yakini adalah Ibu dari Danish itu pun tersenyum.
“Ada perlu apa, Nak?”
“Ini, Aida mau anterin sarapan buat Kak Danish sebagai rasa terima kasih karena udah mau jadi teman Aida,” jawab Aida sambil memberikan paper bag yang ia bawa.
Ibu Danish pun menerimanya. “Terima kasih, ya.”
Namun, sedetik kemudian raut wajah Ibu Danish pun berubah menjadi sendu. Aida yang melihatnya pun menjadi heran.
“Tante, gapapa?”
“Kamu mau bantu tante gak?”
“Bantu apa, Tan?”
“Danish itu gak pernah mau sarapan dan itu buat tante khawatir. Kamu mau bantu buat bujuk dia?”
Aida tampak berpikir sejenak sampai akhirnya ia menganggukkan kepalanya dan ha itu membuat Ibu dari Danish senang.
Mereka pun masuk ke dalam rumah Danish hingga sampailah Aida di depan pintu bercat putih yang bertuliskan Do not disturb!
Aida terkekeh melihatnya. Entah mengapa itu tampak lucu baginya.
Ibu Danish pun masuk ke dalam kamar Danish setelah mengetuknya beberapa kali dan mendapat jawaban.
Tampaklah sosok Danish yang duduk di kursi roda sedang memandang ke arah luar jendela. Ibu Danish pun menghampiri sang anak dan membujuknya untuk makan. Namun hasilnya nihil, Danish bahkan tak merespon sama sekali.
Aida yang melihat hal itu pun merasa kasihan pada Ibu Danish. Ia pun memutuskan untuk menghampiri keduanya.
“Kak Danish,” panggil Aida.
Hening, Danish tidak merespon sama sekali.
“Kak, Aida udah bawain sarapan loh! Makan yuk,”
Lagi, tidak ada respon dari Danish.
“Kak Danish suka lihat suasana luar, ya? Pemandangannya bakal lebih bagus loh kalau kakak keluar. Mau sekalian makan di luar gak?”
“Nggak, kamu pulang aja. Saya mau istirahat.” Danish pun menggerakkan kursi rodanya menuju tempat tidurnya. Ibu Danish yang melihatnya pun dengan sigap membantu Danish untuk pindah ke ranjangnya.
Setelahnya, Ibu Danish menghampiri Aida dan berkata, “Nak, makasih ya. Maaf Danish terkesan gak sopan, tapi dia gak maksud gitu kok.”
Aida pun tersenyum kemudian pamit dari sana. Aida tidak tahu pasti apa alasan dari perilaku Danish yang amat dingin bahkan dengan ibunya. Namun Aida mencoba untuk mengerti. Dan hal ini membuat Aida semakin bersemangat untuk lebih mengenal Danish.
©justdoy_it