Dinner

Seminggu sudah berlalu sejak pertemuan Luna dengan Jeffin di café. Sejak saat itu pula Jeffin tidak mengganggu Luna dengan pesan yang ia kirim kan seperti yang biasa ia lakukan. Hingga sore tadi, seorang kurir datang ke rumah Luna untuk mengantarkan sebuah paket yang ternyata berisi sebuah gaun berwarna putih. Gaun itu dikirimkan oleh Jeffin untuk Luna pakai malam ini di acara makan malam mereka.

Jika saja hari ini tidak ada kabar apapun dari Jeffin, Luna sudah bermalas-malasan di kamarnya. Mengingat ia sudah lelah selama seminggu ini. Luna pun mematut dirinya di depan cermin, guna melihat penampilannya.

Ponselnya pun menyala, sebuah notifikasi pesan whatsapp dari Jeffin muncul di sana. Ia pun segera membalasnya. Ia pun bertanya pada Jeffin apakah ia boleh untuk mengganti gaunnya? Namun Jeffin memintanya untuk tetap memakai gaun pemberiannya. Luna pun hanya bisa menurut.

Tokk..tokk..tokk..

Pintu kamar Luna diketuk, kemudian terdengar suara Jilan. “Kak, di bawah udah ada pacar kakak.” Luna mengernyitkan dahinya, ia bingung siapa yang dimaksud kekasihnya oleh Jilan?

Luna pun berjalan ke arah pintu kamarnya dan membukanya. “Pacar? Siapa?” tanyanya.

“Itu loh kak, cowok yang kemarin fotonya kakak tunjukin di chat kita,” jawab Jilan.

“Oh! Itu temen kakak bukan pacar,”

“Dia ngakunya pacar kakak.” Jilan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Yaudah, kakak pergi dulu ya. Nanti kalau ibu pulang, tolong bilangin kalau kakak ada acara makan malam di luar sama temen kakak,”

Jilan pun menganggukkan kepalanya. Setelah mendapatkan jawaban dari Jilan, Luna pun berjalan menuju ke teras rumahnya, tempat di mana Jeffin menunggunya.

Ia bisa melihat Jeffin sedang memainkan ponselnya. Luna pun berdeham. Hal itu membuat atensi Jeffin pada ponselnya teralih. Jeffin menoleh ke arah Luna, ia memandangi Luna dari kepala hingga ujung kaki Luna.

“Cantik,” gumam Jeffin. Luna yang salah tinngkah pun kembali berdeham untuk menetralkan perasaannya. “Ayo!” ujar Luna.

Jeffin pun tersadar dari kekagumannya terhadap Luna. Ia pun mengulurkan tangannya dan tersenyum. Luna yang bingung pun bertanya, “Buat apa?”. Jeffin semakin melebarkan senyumannya. Selanjutnya ia mengambil tangan Luna untuk ia genggam. Luna yang ingin protes pun langsung dibungkam oleh jari telunjuk milik Jeffin yang ditempelkan pria itu di bibir Luna.

“Tolong jangan menolak,” ujar Jeffin. Luna pun menghela napasnya dan menuruti keinginan Jeffin.


Dinner

Sesampainya mereka di sebuah restaurant yang cukup mewah, mereka langsung di arahkan menuju ruangan private yang ada di sana.

“Seharusnya gak perlu sampai sewa private room gini,” ujar Luna.

Jeffin hanya tersenyum, “Gak apa-apa. Saya emang lebih suka privasi begini.”

Selanjutnya mereka hanya saling diam, tidak ada yang membuka percakapan. Luna yang sibuk mengamati keindahan interior ruangan tersebut. Sementara Jeffin, ia sibuk mengamati pemandangan indah di hadapannya yang tak lain adalah Luna.

Hingga akhirnya pesanan mereka pun datang. Setelah piring-piring hidangan diletakkan di atas meja, Jeffin mengambil alih piring berisi steak milik Luna. Pria itu memotong steak tersebut dan mengembalikan piring tersebut kepada Luna ketika semua bagian sudah dipotong olehnya. Luna cukup terkesan oleh tindakan Jeffin barusan. Terlihat sederhana, namun itu cukup berarti karena hal itu dapat memudahkan Luna untuk menyantap makanannya.

Mereka berdua pun menyantap hindangannya dengan suasana hening. Hanya suara dentingan yang terdengar dari peralatan makan mereka saja yang terdengar.

“Boleh saya foto kamu?” Tanya Jeffin ketika mereka berdua sudah menyelesaikan acara makan mereka.

Lagi, Luna kembali terkesan dengan Jeffin. Jika biasanya orang lain hanya akan langsung mengambil gambarnya tanpa izin, Jeffin meminta izinnya terlebih dahulu. Hal itu membuat Luna merasa bahwa privasinya benar-benar dihargai oleh pria itu. Luna pun menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Jeffin tadi.

Setelahnya, mereka pun memilih untuk pulang. Luna sudah lelah dan Jeffin tahu itu walaupun gadis itu tidak mengatakannya. Ia pun mengambil inisiatif untuk mengantarkan gadis itu kembali ke rumahnya.

“Terima kasih, Luna.” Jeffin tersenyum pada Luna. Luna pun hanya menanggapinya dengan anggukan kepala. Setelah itu Luna turun dari mobil Jeffin dan masuk ke dalam rumahnya.

Bagi Jeffin, malam ini sangat berkesan. Walaupun ia tidak mengobrol banyak dengan gadis itu akibat terlalu mengagumi kecantikannya.

©justdoy_it