Jalan Bersama

Kini, Nandra dan Jea sudah berada di dalam mobil Nandra.

“Kamu ada tujuan yang mau di tuju?” Tanya Nandra sambil pandangannya masih fokus pada jalan di depan.

Jea masih setia memalingkan wajahnya ke arah jendela dan melihat jalanan di luar sana. Ia tidak menjawab Nandra karena ia masih kesal dengan pria itu.

“Kalau gak ada, berarti saya ajak kamu ke mana pun yang saya suka,” ujar Nandra.

Jea pun dengan cepat menolehkan kepalanya ke arah Nandra. Ia menatap tajam Nandra.

“Awas aja kalau lo sampai berani bawa gue ke tempat yang aneh!” Ancam Jea.

“Tempat aneh? Contohnya?” Nandra mengernyitkan dahinya karena ia bingung tempat aneh yang dimaksud Jea.

Jea menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Ya..ya apa aja”

“Kamu aneh,” ujar Nandra.

Jea pun tampak tidak terima. Ia pun terpancing untuk mengatakan apa yang ada di pikirannya. “Tempat aneh yang gue maksud tuh kayak club atau bahkan hotel.”

Nandra pun tertawa mendengarnya. “Kamu mikir sejauh itu?”

“Saya gak bukan laki-laki seperti itu, Jea.”

Wajah Jea memerah menahan malu. Ia segera memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil. Namun sayangnya perutnya berbunyi tiba-tiba. Dan lagi-lagi ia harus menahan malu.

“Perut, lo gak bisa diajak kerja sama banget sih,” batinnya.

Tanpa Jea sadari, Nandra tersenyum tipis.

“Kamu mau makan?”

“Nggak, gue gak lapar.” Jea masih tidak mau menatap Nandra.

“Bukan kamu, tapi saya yang lapar. Jadi kita mampir di tempat makan sebentar ya.” Nandra tahu bahwa Jea malu mengatakannya, jadilah ia berkata seperti itu.