Kebenaran
Siang itu, langit sangat cerah. Seorang gadis melangkahkan kakinya menuju warung soto yang berada di samping kantor tempatnya bekerja. Gadis itu adalah Naluna Asmadya.
Bertepatan dengan Luna yang duduk, seorang pria pun duduk di hadapannya. Orang itu adalah Jeffin Arkadio.
Setelah memesan soto, mereka pun menunggu pesanan tersebut datang sambil mengobrol.
“Pak Jeff, tadi ke sini sendiri?”
Jeffin mengerutkan dahinya, ia bingung maksud dari Luna. “Iya, sendiri. Emangnya kenapa, Lun?”
“Jadi, tadi saya di chat lagi sama pacar bapak. Dia gak terima soal saya yang nemuin bapak kemarin—” Luna menjeda ucapannya, kemudian ia melanjutkannya. “Gak cuma tadi sih, kemarin juga. Katanya dia gak sengaja lewat, terus liat kita pegangan tangan.”
“Saya gak tau kalau dia akan jadi se-obsesi ini,”
“Jadi benar dia pacar Bapak?”
Jeffin menggelengkan kepalanya. “Bukan—” omongannya terpotong oleh pesanan yang datang.
“Bukan, dia bukan pacar saya. Dia teman saya sejak kuliah, tapi dia pindah waktu semester 3,”
Luna hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia pun mulai menyantap makanannya.
“Terus kok dia bisa sampai segitunya?”
“Saya juga gak tahu. Karena Laura yang sekarang sudah banyak berubah. Nothing stays the same.“
Luna mengangguk setuju dengan ucapan Jeffin. Mereka pun memilih untuk makan dalam diam agar bisa menikmati makanannya.
Setelah menyelesaikan acara makannya, Jeffin kembali membuka suaranya. “Lun, saya kan waktu itu udah bilang kalau saya jatuh cinta sama kamu. Jadi, kamu mau nerima cinta saya gak?”
Uhuk....
Luna yang sedang meminum es teh manisnya pun tersedak begitu mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Jeffin. Jeffin dengan sigap mengambil tisu dan mengelap bibir dan dagu Luna yang basah akibat es teh manis tersebut.
“Pelan-pelan, Lun,”
“Udah pelan-pelan. Bapaknya aja yang ngagetin,” omel Luna.
“Loh? Perasaan saya nanya deh bukan ngagetin,”
“Ya pertanyaannya itu bikin kaget,” omel Luna lagi.
“Maaf deh, tapi gimana, Lun?”
“Saya belum bisa pak karena saya juga gak ada perasaan apa-apa ke bapak,” jelas Luna dengan tegas. Jeffin kecewa mendengar jawaban dari Luna. Namun ia paham, ini terlalu cepat bagi Luna.
“Ya udah gapapa. Tapi saya izin buat mendekati kamu dan buat saya jatuh cinta, ya?”
“Itu terserah bapak,”
“Kamu sukanya cowok yang gimana?” Tanya Jeffin tiba-tiba.
“Yang baik, sopan, bisa mengontrol emosinya juga,”
Jawaban Luna tersebut membuat Jeffin bungkam. Ia merasa ada kriteria yang tidak masuk dengan dirinya.
“Tapi bapak jangan sampai merubah diri bapak hanya karena orang lain. Karena nanti kalau orang tersebut pergi, bapak bisa aja kembali ke diri bapak yang semula. Jadi, kalau mau berubah, berubah untuk diri sendri dan memang bapak ingin menjadi lebih baik,” lanjut Luna.
Jeffin terpukau oleh perkataan Luna. Ia menatap manik mata Luna. Gadis di hadapannya tak pernah henti untuk membuatnya terus jatuh ke dalam pesona gadis itu.
Luna menepuk pundak Jeffin. “Saya duluan ya, Pak. Udah mau masuk. Pesanannya juga udah saya bayar.”
“Kenapa kamu yang bayar, Lun? Harusnya kan saya sebagai pria yang harus bayar,”
“Perkara bayar makanan itu gak dilihat dari gender, Pak.” Luna pun melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana. Menyisakan Jeffin yang masih kagum dengan gadis itu.
“Saya gak salah jatuh cinta sama kamu, Luna.”
©justdoy_it
“Jangan mengubah diri kamu hanya demi orang lain karena bisa saja ketika orang tersebut suatu hari nanti pergi, kamu kembali ke dirimu yang sebelumnya. Berubahlah karena memang kamu sendiri yang ingin menjadi lebih baik.” — Naluna Asmadya 2021 (FKTM AU)