Obrolan Malam
Nandra mengajak Jea ke taman komplek rumah mereka untuk mengobrol.
“Mau ngomong apa?” Tanya Jea begitu ia mendudukkan dirinya di bangku taman.
“Kamu gak suka sama perjodohan ini?” Tanya Nandra.
Jea hanya mengangguk. “Tapi gue gak bisa apa-apa.”
Nandra menaikkan alisnya sebelah. Ia bingung maksud ucapan Jea.
“Ya karena gue sadar kalo selama ini gue udah nyusahin. Gue belum pernah bikin mama bahagia dan bangga..”
“Oh pernah, pas wisuda kemarin. Tapi tetap aja gue mau bikin mama bahagia lagi. Lo lihat kan tadi raut wajah mama gue sama bunda lo?”
Nandra mengangguk.
“Mereka kelihatan senang. Itu yang buat gue nerima ini semua.”
Nandra mengangguk paham. Ia juga merasakan hal yang sama.
“Saya gak akan bilang kalau saya janji perlakukan kamu dengan baik. Cukup lihat tindakan saya aja nanti. Karena kalau hanya janji gak akan cukup,” ujar Nandra.
Jea menoleh ke arah Nandra. Begitu pula dengan Nandra. Mata mereka bertemu. Mereka saling menatap satu sama lain. Seperti terhanyut ke dalam diri masing-masing, tanpa sadar wajah mereka semakin mendekat. Hingga jarak yang tersisa hanya sedikit. Jea memejamkan matanya.
“Hujan.. ayo pulang.” Nandra melepaskan jaketnya dan melebarkannya di atas kepala mereka sebagai pelindung dari hujan.
Jea yang masih canggung pun mau tak mau ikut berlari.
Dan malam itu, mereka sulit untuk tidur karena memikirkan kejadian di taman tadi.