PENYELESAIAN, KOMITMEN DAN LEMBARAN BARU
Nandra akhirnya nekat untuk datang ke apartement milik sahabatnya, Mahardika. Ia sudah tidak peduli apabila pada akhirnya ia akan diusir dari sana. Yang ia pikirkan hanyalah Jea, istrinya.
Tanpa membutuhkan waktu yang lama, Nandra sudah sampai di depan pintu apartement Mahardika. Ia mengetuk pintunya cukup keras hingga sosok Mahardika pun keluar dari dalam apartement.
“Jea di sini kan?” tanpa memedulikan Mahardika, Nandra langsung menerobos masuk ke dalam apartement Mahardika. Bahkan ia membuka setiap kamar yang ada di sana.
“Lihat? Gak ada Jea di sini,” ujar Mahardika. Nandra membalikkan badannya dan meraih kerah baju milik Mahardika. Namun perlahan cengkramannya di kerah baju Mahardika pun mengendur. Dan Nandra bersimpuh di hadapan Mahardika, “Tolong, Dik!”
Ada rasa tak tega di hati kecil Mahardika. Namun di satu sisi ia sudah berjanji pada Jea untuk tidak memberitahukan keberadaan gadis itu pada Nandra.
“Bangun!”
Nandra pun menuruti perintah Mahardika. Mahardika mengambil kunci mobilnya, “Ikut gue.” Lagi, Nandra mengikuti Mahardika. Mereka berdua pun masuk ke dalam mobilnya masing-masing dengan mobil Mahardika yang memimpin tujuan.
Ada rasa senang di dalam hati Nandra karena pada akhirnya Mahardika luluh dan bersedia untuk mengantarkannya pada Jea. Ia menyunggingkan senyumannya.
Mereka berdua pun sampai di depan sebuah rumah yang tidak terlalu besar, namun nyaman untuk ditinggali. Mahardika pun mengetuk pelan pintu rumah tersebut. Dan tak lama kemudian pintu terbuka memperlihatkan sosok Jea yang mengenakan piyama tidurnya.
“Eh, Dika? Kenapa malam-malam ke sini?” Jea tersenyum melihat sosok di hadapannya.
Mahardika menggeser tubuhnya dan memperlihatkan sosok Nandra yang tersenyum di sana. Berbeda dengan Nandra, senyuman Jea luntur. Ia hendak menutup pintunya. Namun Jea kalah cepat dengan Nandra yang sudah menahan pintu tersebut.
“Izinin aku jelasin semuanya dulu ya, Je?” Nandra menatap Jea dengan lembut. Jea hanya diam. Rasanya ia sudah sangat malas dengan semua perlakuan manis Nandra. Ia tahu bahwa ia sudah jatuh hati pada Nandra, oleh karena itu ia tidak ingin semakin jatuh lagi.
Nandra berlutut dan menggenggam tangan Jea, “Aku mohon!”.
“Kasih dia kesempatan kali ini, Je. Setidaknya biarin dia jelasin semua, selanjutnya terserah kamu mau gimana,” ujar Mahardika.
Jea pun menghela napasnya, ia mempersilahkan kedua orang itu untuk masuk. Mereka pun masuk ke dalam rumah.
Nandra mengambil duduk di sebelah Jea, ia masih menggenggam tangan gadis itu. Jea melepaskan genggamannya, “Yaudah ngomong.” Nandra kembali menggenggam tangan gadis itu. Jea yang sudah lelah pun hanya pasrah.
“Aku salah karena aku sudah percaya sama Sylvia. Aku juga salah karena terbujuk buat minum alcohol yang berakhir seperti yang kamu ketahui.” Nandra menarik napasnya.
“Tapi aku masih cukup sadar saat itu. Dia yang menciumku duluan, tapi langsung saya lepas. Dan soal foto, saya gak tahu siapa yang foto itu,”
“Saya sudah pecat dia, saya juga sudah janji pada diri saya buat gak percaya sama dia lagi.” Jea masih mendengarkannya dengan seksama.
“Maafin saya, saya benar-benar menyesal. Tolong kembali ke saya.” Terlihat dari tatapan matanya bahwa Nandra bersungguh-sungguh dengan apa yang ia katakan.
“Saya juga jatuh cinta sama kamu. Saya mau kita buka lembaran baru, hanya kamu dan saya. Saya pastikan tidak akan ada lagi orang yang menjadi pengganggu.” Jea terkejut mendengarnya.
“Saya juga sudah beli rumah untuk kita berdua. Kalau kamu bersedia memberi saya kesempatan satu kali lagi, saya akan ajak kamu pindah ke sana. Kita akan hidup dengan tenang di sana.”
Jea masih diam, ia menimang perkataan Nandra. Jea berpikir tidak ada salahnya juga jika ia memberikan Nandra kesempatan sekali lagi.
“Iya, saya kasih kesempatan sekali lagi. Tapi kamu harus janji ini kesempatan terakhir. Kalau kamu rusak lagi, saya benar-benar akan pergi dari kamu.”
Nandra mengangguk dan langsung memeluk Jea dengan erat, “Terima kasih. Saya sayang kamu, Jea. Saya bisa gila kalau kamu gak ada di dekat saya.” Nandra melonggarkan pelukan mereka, “Jangan pergi lagi.”
Jea pun mengangguk. Nandra masih setia menatap mata Jea, tangannya terulur untuk membelai pipi Jea. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Jea. Jea yang tahu apa yang akan dilakukan Nandra pun langsung memejamkan matanya. Jantung nya berdegup kencang bersamaan dengan napas Nandra yang menerpa wajahnya. Hingga akhirnya sebuah benda kenyal mendarat di bibirnya. Kali ini hanya ciuman, ciuman penuh ketulusan tanpa napsu.
“Maaf nih, tapi gue orang bukan patung.” Suara dari Mahardika itu membuat mereka berdua melepaskan ciumannya. Pipi keduanya memerah dan menjadi salah tingkah.
Pada akhirnya, Jea dan Nandra jatuh hati satu sama lain dan memutuskan untuk membuka lembaran baru bagi pernikahan mereka. Mengharap agar kedepannya pernikahan mereka bisa damai dan bahagia. Bahkan hingga mereka tua nanti.
― END ―
©justdoy_it