Pertemuan Kedua
Setelah menerima pesan tidak mengenakkan dari atasannya, Risa. Luna melangkahkan kakinya ke sembarang arah hingga akhirnya ia sampai di rooftop. Ia melangkahkan kakinya sampai ke ujung pembatas. Ia melihat pemandangan yang berada di bawah sana.
Pesan dari Risa tadi cukup melukai hatinya. Ia merasa sakit hati karena Risa menuduhnya sebagai perempuan yang haus akan harta dan jabatan, sehingga menggoda Jonas untuk mendapatkan semuanya.
“Kenapa ya orang kayak gue selalu dipandang rendah?” Ujarnya bermonolog.
Ia menaiki pagar pembatas dan melihat ke arah bawah.
“Jangan!” Teriak sebuah suara, bersamaan dengan tangan Luna yang ditarik. Hal tersebut membuat keduanya terjatuh.
Orang tersebut terjatuh dengan posisi Luna yang menimpanya. Pandangan keduanya bertemu untuk sementara. Pandangan mereka segera terputus segera setelah Luna tersadar dan bangkit dari posisinya.
“Lo siapa sih? Ngapain narik gue?”
“Loh saya mau bantu kamu biar gak lompat ke bawah,”
“Lompat ke bawah?”
Orang tersebut menganggukkan kepalanya. Namun Luna malah tertawa kencang.
“Gue mungkin stress sama masalah dan pengen nyerah, tapi gue masih cukup waras buat gak lakuin hal begitu,”
“Ya bagus kalau gitu,”
Luna menatap pria tadi dengan seksama. Menurutnya, orang di hadapannya ini tidak asing. Hingga akhirnya ia menyadari bahwa orang di hadapannya adalah seorang pengusaha sukses yang namanya sedang ramai diperbincangkan. Jeffin Arkadio, seorang pengusaha sukses sekaligus customer anehnya.
“Pak Jeffin?”
Pria itu menyunggingkan senyumnya hingga menampilkan lesung pipinya. Manis, itulah kata yang terlintas di pikiran Luna setelah melihat lesung pipi milik pria di hadapannya. Namun ia langsung menepis pikirannya.
“Ah! Akhirnya kamu sadar kalau ini saya. Ini pertemuan kedua kita,”
“Kedua?” Luna mengerutkan keningnya. Apa yang dimaksud Jeffin dengan pertemuan kedua? Di mana mereka pernah bertemu sebelum sekarang?
Jeffin menganggukkan kepalanya, “Iya, yang pertama di kampus kamu.”
Luna memutar ingatannya kembali namun hasilnya nihil, ia tidak mengingat apapun.
Jeffin menyalakan rokoknya, “Waktu itu kita tabrakan di depan gedung fakultas kamu.”
Luna pun akhirnya mengingatnya. “Ah! Jadi itu dia?” Batinnya.
Jeffin memindahkan rokoknya ke tangan kirinya. Ia mengulurkan tangan kanannya, “Kita belum kenalan secara langsung. Saya Jeffin Arkadio.”
Luna pun membalas uluran tangannya, “Naluna Asmadya.”
Jeffin mengepulkan asap rokoknya, “Nama yang cantik, secantik orangnya.” Setelah mengatakan hal itu, Jeffin mengedipkan sebelah matanya. Hal itu membuat Luna bergidik ngeri.
“Jadi, kamu ngapain nangis di sini?”
“Bapak kepo banget. Saya gak nangis,”
Jeffin terkekeh, “Kalau gak nangis kenapa matanya basah? Mau bilang kelilipan?”
Luna jengkel mendengarnya, “Saya harus masuk. Permisi.” Luna pun melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana.
Jeffin langsung membuang rokoknya dan menginjaknya agar bara apinya mati. Ia pun mengejar Luna, “Luna tunggu!”
Namun Luna tidak menggubrisnya, gadis itu terus melangkahkan kakinya. Hal itu membuat Jeffin terus mengejarnya.
©justdoy_it