Pulang Bersama
Acara makan malam bersama pun selesai. Kini, hanya tersisa Jea yang masih duduk untuk menunggu Nandra yang sedang menyelesaikan urusannya. Mereka harus berakhir pulang bersama karena kemauan para ibu. Mereka bilang agar bisa jalan-jalan dan sedikit mengenal dulu.
“Maaf ya agak lama. Ayo!” ajak Nandra yang ternyata sudah berdiri di hadapan Jea yang sedang menundukkan kepalanya karena bosan.
Jea pun mendongakkan kepalanya untuk melihat Nandra. Ia pun akhirnya berdiri. Jea pun berjalan mendahului Nandra sambil sedikit menghentakkan kakinya. Ia terlihat tidak suka untuk pulang bersama Nandra. Nandra yang melihatnya pun hanya menggelengkan kepalanya.
Nandra pun membukakan pintu mobil untuk Jea. Jea memutar bola matanya malas. “Gue bisa buka sendiri. Gak usah sok romantis deh.”
Sementara Nandra tak menghiraukannya. Setelah memastikan Jea masuk, ia menutup pintu mobilnya. Lalu berjalan ke sisi pintu yang lain dan masuk.
“Mau langsung pulang atau mau mampir ke tempat lain dulu?” Tanya Nandra. “Pulang aja,” jawab Jea dengan cuek.
Perjalanan mereka hanya diisi dengan keheningan karena mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Jea yang sibuk dengan ponselnya sementara Nandra yang fokus menyetir.
“Lo mau dijodohin gitu?” Jea menyimpan ponselnya dan menoleh ke arah Nandra. Nandra hanya mengangguk.
“Kok mau sih? Kan lo gak kenal gue,” protes Jea.
“Bunda saya kelihatan senang tadi. Perkara kenalan, bisa dilakukan seiring berjalannya waktu.” Suara lembut Nandra memasuki indera pendengaran Jea, dan itu menenangkan.
“Tapi tetep aja, gimana kalau nanti pas kita nikah lo kasar sama gue?” Tanya Jea.
“Saya bukan tipe pria yang suka kasar sama wanita. Kamu bisa pegang kata-kata saya,” jawab Nandra yakin.
Tanpa mereka sadari, mereka sudah sampai di depan rumah Jea.
“Makasih,” ujar Jea dan langsung turun dari mobil.
Ia berjalan masuk ke dalam rumahnya dan langsung berjalan menuju kamarnya. Ia memutuskan untuk membersihkan diri dulu sebelum tidur. Pikirannya dipenuhi oleh perkataan Nandra tadi.
“Apa gue terima aja ya?” pikir Jea.
“Tapi gue kan masih muda, gak siap urus suami apalagi anak.” Ujarnya lagi pada dirinya sendiri.
“Ah tau deh, gue pusing. Mending tidur aja.” Jea pun menyelesaikan kegiatannya dan berjalan menuju ranjangnya. Kemudian ia membaringkan tubuhnya dan menutup matanya