Sekamar
Baik Nandra maupun Jea sudah menyelesaikan kegiatan mandinya. Kini mereka hanya diam sambil berdiri.
“Kamu aja yang di kasur,” ujar Nandra.
“Lo gimana?”
“Saya bisa di lantai, nanti dialasin bed cover aja.”
Jea terdiam. Ia berpikir sejenak. Ia mendudukkan dirinya di tepi kasur. Kakinya terasa sangat sakit.
Nandra yang melihat kaki Jea lecet pun segera mengambil kotak P3K. Ia berjongkok dihadapan Jea. Lalu ia menaruh kaki Jea di atas pahanya.
“Eh, mau ngapain?” Jea refleks menurunkan kakinya.
“Obatin kaki kamu.” Lagi, Nandra menaruh kaki Jea di atas pahanya.
“Gak usah, gue bisa sendiri.” Jea ingin mengambil kotak P3K yang berada di samping Nandra.
Namun dengan cepat Nandra menahan tangan Jea. Ia menatap Jea. Jea yang melihat tatapan Nandra pun merasa takut. Pasalnya, tatapan serius yang diberikan Nandra itu cukup mengerikan baginya. Ia pun menyerah dan membiarkan Nandra mengobati kakinya.
Setelah selesai mengobati kaki Jea, Nandra mengambil bantalnya dan menaruhnya di lantai.
“Tidur di atas aja,” ujar Jea.
Nandra menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Jea.
“Tidur bareng, tapi jangan berani nyentuh gue!” Ancam Jea. Nandra pun mengangguk dan menaruh kembali bantalnya di kasur.
Akhirnya mereka memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama. Tetapi dengan jarak di tengah-tengah mereka. Namun ternyata jarak itu semakin menipis. Hingga malam itu Nandra tidur sambil mendekap Jea. Dan Jea tidur di dalam dekapan Nandra. Entah bagaimana reaksi mereka nanti saat terbangun dan melihat posisi mereka seperti itu.