Sisi Lain Derian
Sejak tadi Derian bolak-balik melihat jam tangannya. Jam menunjukkan pukul 21.30 WIB. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan Denara.
“Apa dia gak jadi datang ya?” tanyanya pada dirinya sendiri
Dan tak lama kemudian sosok Denara berjalan di koridor rumah sakit. Derian yang melihatnya pun langsung berdiri dengan senyum mengembang.
“Malam cantik” sapa Derian
“Gimana keadaan papa lo?” tanya Denara.
Derian berjalan ke arah pintu kamar rawat papanya dan membukanya. Derian mempersilahkan Denara untuk masuk. Denara melihat sosok papa Derian yang terbaring dengan perban di kepalanya dan lehernya yang di gips. Keadaannya cukup mengerikan.
“Kecelakaannya parah ya?”
Derian hanya mengangguk. Lalu duduk di sofa yang tak jauh dari ranjang tempat papanya berbaring. Denara pun duduk di sebelah Derian.
“Lo sendiri, Der?”
Lagi-lagi Derian mengangguk. “Mama gue gak bisa jenguk”
Denara mengerutkan dahinya, ia heran dengan jawaban Derian.
Derian menghela napas berat. “Orang tua gue cerai sejak gue kelas 3 SMP. Setahun kemudian mama gue nikah lagi dengan orang kaya. Tapi orang itu selalu ngelarang mama gue buat ketemu atau ngasih uang ke gue. Jadi ya gitu deh”
Denara mengangguk paham. “Sorry ya, gak seharusnya gue nanya”
“Hahah... Santai aja, Na”
“Oh iya, tadi ke sini naik apa?” tanya Derian untuk mengalihkan pembicaraan
“Naik motor”
Derian hanya mengangguk. Ia menatap Denara sambil tersenyum.
“Ngapain lo liatin gue kayak gitu?” Denara mendelik.
“Cantik.”
Denara hanya mendengus.
“Makasih, Na”
“Buat?”
“Buat nyempetin datang ke sini padahal gue tau lo pasti capek abis kerja.” jelas Derian
“Gak masalah.”
Keduanya hening, nyali Derian tiba-tiba menciut ketika sudah berada dekat dengan Denara.
“Na, udah makan belum?” Derian membuka suaranya
“Udah, lo?”
Derian hanya menggelengkan kepalanya. “Gue gak sempet makan seharian ini. Dari pagi gue di sini jagain papa, gue gak bisa ninggalin dia sendirian. Tadi juga gue tinggal ngeband karena tante gue ke sini.”
“Yaudah, lo makan dulu aja. Gue yang jagain papa lo.” ujar Denara.
“Gak deh, gue gak laper.” tolak Derian.
Denara menatap tajam Derian. “Gak laper tapi lo udah pucat. Makan sekarang.”
“Serem banget, Na”
“Yaudah, gue makan dulu ya. Makasih cantik. Saranghae.” ujar Derian yang berjalan menjauh namun masih sempat memberikan finger heart.
Derian sudah sepenuhnya hilang dari pandangan Denara. Denara tersenyum mengingat kelakuan Derian barusan.
“Ternyata, dibalik sisi humoris Derian dia punya banyak luka.” ujar Denara pada dirinya.
Malam itu, Denara menyadari sisi lain seorang Derian yang selama ini terlihat humoris dan terlihat seperti tak memiliki beban.
“Dia menyembunyikan lukanya dengan tawa.”