Tentang Isi Hati
Zeline sampai di belakang kampusnya. Ia pun mencari-cari rumah yang dijadikan basecamp oleh Narda dan teman-temannya. Hingga ia melihat sebuah rumah yang pintunya terbuka dan terdengar suara gitar serta nyanyian dari dalam sana. Zeline pun mencuri pandang ke dalam rumah tersebut. Dan benar saja, ia melihat Narda sedang asik bermain gitar dengan teman-temannya.
Zeline tidak ingin kehilangan momen langka pun segera mengambil ponselnya yang berada di sakunya. Ia pun membuka kamera ponselnya dan merekam Narda beserta teman-temannya.
Hingga akhirnya Narda menyadari bahwa ada orang lain di sana. Narda pun menghentikan petikannya pada gitarnya. Hal itu membuat teman-temannya diam dan menoleh ke arah yang sama dengan Narda.
“Kak, Zeline.” Narda bangkit dari duduknya. Ia meletakkan gitarnya di atas sofa dan segera berjalan menghampiri Zeline.
Zeline pun segera menyudahi kegiatan merekamnya. Ia tersenyum kaku. “Hi, Nar.” Ia pun menoleh ke arah teman-teman Narda yang lain dan tersenyum kepada mereka.
Sementara teman-teman Narda masih mematung di sana sambil terus menatap ke arah Zeline.
“Nar, gak mau ngenalin ke kita nih?” Celetuk Hasbi dan diangguki oleh yang lain.
“Sini lo pada,”
Teman-teman Narda pun segera menghampiri Zeline dan Narda.
“Kak, kenalin ini Hasbi, ini Riko, ini Jian. Nah yang dua bocil ini Celan sama Jiro.” Narda memperkenalkan teman-temannya sambil menunjuknya.
“Enak aja bocil, gue udah dewasa, Bang,” sungut Celan tak terima.
Zeline pun tertawa kecil melihatnya. Ia merasa Celan sangat menggemaskan.
“Aku Zeline,” ujar Zeline memperkenalkan dirinya.
“Halo, Kak Zeline,” sapa mereka serempak.
“Kak, nomor WhatsAppnya berapa?” Hasbi memajukan dirinya. Zeline hanya tertawa dan ia meminta ponsel Hasbi agar ia bisa memberikan nomornya. Namun dengan cepat Narda menahannya. “Jangan, Kak. Nanti lo digangguin.”
“Posesif banget lo udah kayak bapaknya aja,” protes Hasbi.
“Kak lo tahu gak kalau lo cewek pertama yang diajak ke sini?” Kali ini Jiro bersuara dan membuat Narda melayangkan tatapan mematikannya pada Jiro. Yang ditatap pun langsung menciut dan berlindung di balik tubuh Jian.
“Kita ngobrol di tempat lain aja, Kak. Mereka berisik,” ajak Narda. Ia pun menarik pelan lengan Zeline untuk membawanya pergi dari sana. Zeline hanya menurut saja.
Narda memberikan helm kepada Zeline dan menyalakan mesin motornya. Zeline pun memakai helmnya dan naik ke motor Narda. Narda pun melajukan motornya menjauh dari sana.
Keduanya sampai di tujuan. Zeline tidak tahu ini di mana. Menurutnya tempat ini indah karena ada danau buatan dan juga dua ayunan di sana. Selain indah, tempat ini tenang. Ia melihat Narda duduk di hamparan rumput hijau dan menghadap ke danau. Zeline pun mengambil duduk di sebelah Narda.
Tidak ada yang membuka suara. Keduanya sedang menikmati apa yang ada di depan mata mereka.
“Kak,” panggil Narda. Zeline pun menoleh ke arah Narda dan berdeham sebagai jawaban dari panggilan Narda.
“Katanya lo gak suka sama cowok lebih muda, ya?”
“Iya, kenapa emang? Dan lo tahu dari mana?”
“Bang Natha,”
Zeline hanya mengangguk. Narda merubah posisi duduknya. Narda duduk menghadap Zeline. Zeline mengernyitkan dahinya.
“Kira-kira gue bisa ngubah itu gak?”
“Apa?”
“Ngubah tentang lo yang gak suka sama cowok lebih muda,”
“Maksudnya gimana?”
“Gue nyaman sama lo, Kak. Gak, gue udah lebih dari sekedar nyaman. Gue udah di tahap suka sama lo, Kak.” Narda menatap Zeline tepat di mata gadis itu. Zeline mengalihkan pandangannya ke arah danau. Zeline terdiam untuk beberapa saat.
“Maaf, Nar. Tapi, gue cuma anggap lo adek. Dan lo tahu kalau gue masih ada perasaan sama abang lo.” Zeline mengalihkan kembali pandangannya pada Narda. Pandangan mereka bertemu.
“Tapi, gue gak butuh kakak lagi. Gue udah punya Bang Natha. Dan untuk urusan perasaan lo sama Bang Natha, mau sampai kapan, Kak? Lo gak capek sakit hati terus?” Narda terus meyakinkan Zeline tanpa gentar.
Zeline tersenyum. “Gue tahu. Tapi, perasaan ini gak mudah buat gue hapus. Natha udah ngisi hati gue hampir tiga tahun.”
“Bukan gak mudah, tapi emang lo yang masih belum ikhlas, Kak,”
Skak kata-kata Narda barusan ada benarnya. Zeline pun sadar itu, dirinya masih belum sepenuhnya ikhlas untuk melepas Natha.
Zeline berdiri dari duduknya. “Gue rasa gak ada yang perlu dibahas lagi. Gue pamit.”
Zeline melangkahkan kakinya menjauh dari sana.
“Gue bakal buktiin kalau cowok lebih muda juga patut lo jadiin pertimbangan, Kak,” teriak Narda karena jarak Zeline dan dirinya sudah mulai jauh.
Zeline mendengarnya, namun ia memilih untuk terus melanjutkan langkahnya.
Justdoy_it