Ternyata...
Tepat lima belas menit setelah Darga mengirimkan pesan, ia sampai di rumah Luna. Luna yang sudah menunggu Darga di depan pagar rumahnya pun langsung masuk ke dalam mobil Darga begitu pria itu menyuruhnya masuk. Dari raut wajahnya, dapat terlihat kekhawatiran Luna. Belum lagi lingkarang hitam yang muncul di bawah mata gadis tersebut membuat Darga semakin yakin jika gadis itu tidak tidur karena mengkhawatirkan Jeffin.
“Udah makan, Lun?” tanya Darga.
Luna yang ditanya pun menjawabnya dengan gelengan kepalanya. Darga pun memberikan sebuah kantung plastik putih yang berisi roti dan air mineral kepada Luna. “Makan dulu, Lun.” Luna menerima kantung plastik tersebut namun hanya ia letakkan di pangkuannya. Ia tidak berniat untuk memakan, makanan yang ada di dalamnya.
“Lun, kalau lo nya begini gimana mau ngatasin Jeffin nanti? Lo juga harus isi tenaga,”
Luna pun akhirnya mengambil roti yang berada di dalam kantung plastik tadi, ia membuka lalu memakannya. Darga yang melihatnya pun tersenyum tipis.
“Masih jauh?” tanya Luna yang sudah selesai memakan rotinya.
“Lumayan, sekitar satu jam lagi,”
Luna pun menghela napasnya. Ia melihat ke luar jendela. Pikirannya tertuju pada Jeffin, kekasihnya. Apakah pria itu sudah makan? Apakah pria itu baik-baik saja?
“Lo khawatir banget, ya?” tanya Darga untuk memecah keheningan. Lima menit berlalu namun tidak ada jawaban apapun dari Luna. Darga pun melihat ke arah Luna. Ternyata, gadis itu sudah terlelap di sana. Terlihat jelas jika Luna sangat lelah. Ia pun membiarkan gadis itu terlelap dan fokus untuk menyetir.
Sejam kemudian, Darga dan Luna pun sampai di lokasi tempat Jeffin berada. Darga yang melihat Luna masih terlelap dengan nyenyak itu pun tak tega untuk membangunkannya. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu Luna hingga gadis itu bangun dengan sendirinya. Ia pun memutuskan keluar dari mobilnya.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya Luna pun terbangun dari tidurnya. Ia menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Ia melihat Darga tidak ada di kursi kemudinya. Panik, itulah yang dirasakan Luna. Namun kepanikannya hilang begitu ia melihat Darga yang sedang berdiri dengan bersandar pada kap mobil bagian depan.
Luna pun menyingkirkan jaket yang ia yakini milik Darga tersebut. Ia pun kemudian keluar dari mobil dan menghampiri Darga.
“Pantai?” tanya Luna. Darga pun menoleh ke arah Luna dan mengangguk. “Di sana, Jeffin nenangin dirinya di sana.” Darga menunjuk ke sebuah penginapan sederhana.
“Yaudah, ayo kita ke sana.” Luna yang sudah tidak sabar pun langsung berjalan mendahului Darga. Darga pun mengikuti Luna dari belakang.
Mereka berdua sudah sampai di depan penginapan itu dan langsung di sambut. Lalu Luna pun menanyakan kamar yang Jeffin tinggali. Setelah mendapatkan informasinya, dengan tak sabar Luna berjalan cepat menuju kamar Jeffin.
“Jeff...” panggil Luna sambil mengetuk pintu kamarnya. Hasilnya nihil, tidak ada jawaban dari dalam. Hal itu membuat pikiran-pikiran buruk muncul di kepala Luna. Ia pun langsung membuka pintu yang ternyata tidak di kunci.
Gelap, itulah kesan pertama setelah Luna masuk ke dalam kamar tersebut. Tidak ada cahaya sama sekali. Luna pun merogoh sakunya untuk mencari ponselnya yang bisa ia gunakan sebagai alat penerangan.
Nihil. Luna teringat bahwa ponselnya ada di dalam tas yang ia bawa dan tas tersebut tertinggal di dalam mobil Darga.
“Darga..” pnggil Luna. Tidak ada sahutan dari Darga. Bahkan Luna tidak merasakan keberadaan Darga di sana.
Baru saja Luna membalikkan tubuhnya dan ingin melangkah keluar dari kamar tersebut, tiba-tiba saja sebuah proyektor yang dihadapkan ke dinding itu pun menyala dan menampilkan sebuah video. Luna pun terkejut melihat video yang ada di sana.
Tepat setelah video itu selesai, sebuah langkah kaki terdengar dan membuat Luna membalikkan tubuhnya. Ia melihat Jeffin berjalan mendekat ke arahnya dan berakhir dengan berlutut di hadapannya dengan sekotak cincin. “Seperti tulisan yang ada di akhir video tadi. Will you marry me, Naluna Asmadya?”
“Bangun,” pinta Luna. Jeffin pun mengernyitkan dahinya. Ia bingung, namun tetap menuruti permintaan Luna. Ia pun berdiri.
Bughh...
Luna meninju lengan milik Jeffin dengan cukup keras hingga membuat pria itu mengaduh kesakitan.
“Kok malah dipukul, sih?” tanya Jeffin sambil mengusap lengannya yang ditinju oleh Luna.
“Ya kamu kenapa ngelakuin ini? Aku udah kayak orang gila khawatir sama kamu tapi kamunya begini,” omel Luna. Dapat diketahui dari nada suara Luna yang meninggi bahwa gadis itu sangat marah.
Jeffin pun menunduk. “Maaf, aku tau aku salah caranya.”
Hening. Keduanya sama-sama diam. “Tapi, Lun-” dengan cepat Luna menyela ucapan Jeffin yang belum selesai. “Gak.”
Jeffin tidak bisa berkata-kata lagi. Ia akui bahwa caranya salah. Namun, ia tidak mau batal nikah hanya karena ini.
“Gak salah lagi. Aku mau nikah sama kamu,” ujar Luna. Jeffin pun langsung mendongakkan kepalanya dan memeluk Luna dengan erat. “Makasih, Lun.”
Jeffin pun segera memasangkan cincin di jari Luna. Suasana pun berubah menjadi ramai. Ada Janu, Sera, Jonas, dan Darga di sana.
justdoy_it