The Night

image

Malam itu, Jeffin sampai di depan cafe tempat janji temunya dengan Laura. Ia pun segera masuk ke dalam cafe tersebut. Sedikit sulit untuk mencari keberadaan Laura karena suasana cafe yang ramai.

Hingga akhirnya ia pun melihat seorang gadis berambut hitam dengan paduan sedikit warna biru sedang duduk di sudut ruangan ditemani dengan secangkir kopi dan ponsel yang ia mainkan.

Jeffin pun melangkahkan kakinya menghampiri gadis yang tak lain adalah Laura. Ia pun mendudukkan dirinya di hadapan Laura.

Gadis yang merasa ada seseorang duduk di hadapannya itu pun mengangkat pandangannya. Gadis itu tersenyum begitu melihat orang yang duduk di hadapannta adalah Jeffin.

“Jadi, mau ngomong apa?” Tanya Jeffin to the point.

Laura pun terkekeh melihat Jeffin yang tidak suka basa-basi. “Santai aja, Jeff. Kamu bahkan belum pesan minum.”

“Gak perlu. Aku gak punya banyak waktu.”

“Apa ini sambutan kamu sama orang yang udah lima tahun gak ketemu sama kamu?”

Jeffin mendecak kesal. “Kalau emang gak ada hal penting, aku pulang.” Ia pun beranjak dari kursinya. Namun, Laura menahan tangan Jeffin.

“Oke. Aku langsung ngomong,”

Setelah mendengar ucapan Laura barusan, Jeffin kembali duduk di kursinya.

“I'm sorry for what I've done 5 years ago,”

Jeffin pun mulai menyimak pembicaraan Laura.

“Jadi, ayo kita balik lagi ke masa lima tahun lalu. Masa di mana kita selalu bersama,”

“Masa di mana kita tak terpisahkan. Lupakan semua kejadian dulu,”

Jeffin terkejut mendengar ucapan Laura. Ia pun menatap malas Laura.

“Kamu bilang lupakan? Setelah kamu buat semuanya hancur. Lalu dengan tanpa rasa bersalahnya kamu pergi ke Australia dan gak pamit sama sekali,”

“Aku gak sempat, Jeff. Dan aku ke sana juga buat lanjutin studi aku,”

“Alasan klasik,”

Laura mengulurkan tangannya, ia memegang pipi kanan Jeffin dan mengelusnya. “Aku harus apa lagi biar semua bisa balik kayak dulu?”

Jeffin menepis tangan Laura yang berada di pipinya. “Gak ada. Karena sampai kapan pun kita gak bisa balik ke masa itu.”

Jeffin pun berdiri dan melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana. Namun baru selangkah ia melangkahkan kakinya, Laura mengucapkan sesuatu.

“Oke. Kalau gitu aku bakal ngomong sama Kak Jo aja,”

Jeffin tidak memedulikannya lagi. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat untuk pergi dari sana.

Ketika ia hampir sampai di pintu keluar, ia melihat Luna dan rekan-rekan kerjanya yang sedang makan malam bersama di sana.

Pikirannya tertuju pada momen Laura memegang dan mengelus pipinya tadi. Apakah Luna melihatnya? Kalau pun gadis itu melihatnya, apakah ia akan peduli?

Akhirnya Jeffin pun keluar dari sana. Ia masuk ke dalam mobilnya dan langsung melajukan mobilnya untuk pergi dari sana.


Sementara di sisi lain, Luna melihat Jeffin dengan seorang gadis yang ia tidak tahu siapa. Namun, ia asumsikan itu adalah kekasih dari Jeffin. Sebab, ia melihat bahwa gadis itu menatap Jeffin dengan tatapan berbeda dan juga gadis itu mengelus pipi Jeffin.

“Terus ngapain gue peduli?” Batinnya.

“Tapi aneh aja sih. Udah punya pacar kok masih suka godain cewek lain? Tipikal cowok yang harus dihindari banget. Semoga gue gak dapat jodoh modelan gitu, deh,” batinnya lagi.

Ia pun menepis segala pikirannya tentang Jeffin. Ia berkata pada dirinya bahwa itu tidak penting. Dan ia mencoba untuk memfokuskan dirinya pada rekan-rekan kerjanya yang ada bersamanya saat itu.

©justdoy_it