Tidak Satupun Dari Mereka
Sore itu, Luna memutuskan untuk berangkat ke kampusnya dengan diantar oleh adiknya, Jilan. Ia tidak membalas pesan dari Janu, Pak Jonas ataupun Jeffin. Ia merasa mereka aneh.
Tok..tok..tok..
Pintu kamar Luna diketuk dan tak lama terdengar suara Jilan. Ia pun segera membuka pintu kamarnya. Jilan yang melihatnya pun berkata, “Udah siap kan, Kak?”. Luna menganggukkan kepalanya. Dan mereka pun bergegas untuk keluar dari rumah mereka.
“Kakak tumben minta dianter sama adek?” Tanya Jilan sembari menghidupkan mesin sepeda motornya dan mulai melajukan sepeda motornya.
“Lagi pengen aja sih. Kakak kangen banget dibonceng sama kamu,”
Jilan terkekeh mendengarnya, “Padahal baru beberapa hari lalu aku bonceng kakak.”
“Ya gapapa dong,”
Sebenarnya jawaban itu bukanlah jawaban kebohongan Luna. Ia memang rindu dengan adiknya. Akhir-akhir ini Luna terlalu sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya sehingga ia jarang memiliki waktu dengan adik kesayangannya itu.
Sekitar 15 menit kemudian, mereka sudah sampai di kampus Luna. Luna pun segera turun dari sepeda motornya dan melepaskan helm yang dikenakannya. Sebelum masuk ke dalam kampusnya, Luna menyempatkan diri untuk pamit dengan adiknya. Bahkan ia sempat mencubit gemas pipi adiknya itu.
Ternyata hal tersebut mengundang tatapan dari mahasiswa yang sedang berada di sana. Luna pun segera menyudahinya dan masuk ke dalam kampusnya. Samar-samar ia mendengar bahwa mereka membicarakannya. Namun Luna tidak mengambil pusing hal itu. Ia terus berjalan hingga sampai ke dalam kelasnya.
Sesampainya di dalam kelas, ia melihat Janu sudah berada di tempat duduk kesukaannya, di pojok kanan ruangan.
“Luna!” panggil Janu. Pria itu pun melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar Luna duduk di dekatnya. Luna pun menurut, ia mengambil duduk di depan kursi Janu yang kebetulan kosong.
“Kok lo gak balas pesan gue sih?”
“Gue gak cek,” alibi Luna.
“Terus tadi lo berangkat sama siapa?”
“Adek gue, Nu. Lo kenapa sih nanya-nanya?”
“Gapapa, mau tau doing,” Janu merasa lega karena Luna tidak berangkat dengan Jonas ataupun Jeffin. Ia tahu bahwa kedua orang tersebut menawarkan diri untuk mengantarkan Luna.
Tak lama kemudian, Pak Darga memasuki ruang kelas mereka. Mata kuliah pertama pun dimulai. Suasana kelas sangat hening karena mereka tahu karakter Darga yang tegas dan tak segan-segan untuk mengeluarkan setiap mahasiswa yang berisik atau tidak fokus dalam kelasnya.
©justdoy_it