justdoyit

Pagi itu, sekitar pukul 10 WIB Denara sudah mengelilingi gedung fakultas ekonomi. Namun, ia tak menemukan sosok Derian yang sudah 2 hari tak ada kabar. Hal itu membuat Denara merasa bersalah karena pesan singkat yang bisa dikatakan kurang baik. Dan semenjak itu pula Derian tidak mengiriminya pesan singkat.

Setelah menurutnya Derian tidak ada di gedung fakultas ekonomi, Denara pergi ke gedung fakultas teknik karena Jiano, Jeandra dan Hasbi merupakan anak teknik. Jarak gedung fakultas ekonomi dengan teknik cukup jauh namun tak menghalangi niat Denara. Tujuannya saat ini adalah kantin fakultas teknik. Dan benar saja, dia melihat Hasbi, Jiano dan Jeandra sedang berbincang.

Denara melangkahkan kakinya mendekati tiga sekawan itu.

“Hi..” sapa Denara canggung.

Hasbi, Jeandra dan Jiano pun menoleh ke arahnya. Dapat dilihat dari raut wajah mereka bahwa mereka terkejut.

“Eh, Na. Ada apa?” tanya Jiano

“Derian kemana ya? Udah 2 hari ga keliatan” ujar Denara to the point.

“Hari ini dia ga ngampus, Na” ujar Jeandra.

“Kenapa?”

“Papanya masuk rumah sakit, jadi dia kesana.” jelas Hasbi.

Denara mengangguk paham. “Kalo gitu, nanti kasih tau Derian ya kalo gue minta maaf soal omongan tempo hari.”

“Kenapa gak ngomong sendiri, Na? Ya biar enak gitu” ujar Jiano dan diangguki oleh Jeandra dan Hasbi.

“Hmm.. okay nanti gue chat deh. Makasih ya, gue pamit” Denara pun pergi dari sana.

Sementara Hasbi, Jeandra dan Jiano saling memandang dan tersenyum penuh arti.

Malam itu, pikiran Derian tertuju pada arena balap tempat masa kenakalannya dan teman-temannya dulu. Ia memacu motornya menuju arena. Dan tanpa ia sadari Jeandra mengikutinya dari belakang karena tanpa sengaja tadi Jeandra melihat Derian yang mengebut seperti orang kesetanan.

Tak butuh waktu lama ia sudah sampai di arena. Ia pun berniat untuk menghampiri kenalannya namun belum sempat ia melangkah lebih jauh suara klakson motor Jeandra mengejutkannya. Jeandra pun turun dari motornya.

“Mau ngapain lu?” tanya Jeandra

“Mau main kelereng. Ya lu pikir aja lah, ini arena balap. Udah pasti mau balapan” Derian pun melangkahkan kakinya lagi, namun dengan cepat Jeandra menahan lengannya dan menariknya ke tempat yang agak sepi.

“Lo kenapa sih? Kalo ada masalah cerita. Ada gue, Jiano, sama Hasbi”

“Gue gapapa” jawab Derian tak acuh

“Lo tuh kebiasaan, selalu nyembunyiin semuanya. Bertingkah seolah lo baik-baik aja.”

“Gak selamanya lo harus terlihat baik-baik aja, Der. Lo manusia, lo boleh marah, boleh nangis atau apapun itu. Tapi gak gini cara ngelampiasinnya. Kalo lo begini, terus apa gunanya gua buat lo?” nada suara Jeandra mulai meninggi dan wajahnya merah menahan amarah.

“Gua lagi kalut, Je” lirih Derian.

“Ya justru itu gua ada di sini. Buat jadi sandaran lo, tempat cerita lo” Jeandra menekankan setiap katanya.

“Tapi gue gak mau memperlihatkan kesedihan gue. Gue cuma mau kalian cukup liat gue yang selalu ketawa.” balas Derian

Jeandra tertawa sarkas. “Bodoh! Pemikiran lo emang bodoh. Gak selamanya lo harus ketawa padahal hati lo lagi hancur”

“Kok lo ngatain gue sih?” sahut Derian tak terima.

“Udah, ayo balik. Udah jam segini, gue nginep di kosan lo” ujar Jeandra

“Dih! Lu mau ngapain gue?”

Jeandra meninju lengan Derian. “Otak lo cuci.”

Akhirnya Jeandra dan Derian pun meninggalkan arena dan menuju kosan Derian. Seperti kata Jeandra tadi, sesampainya di kosan Derian. Derian menceritakan semuanya dan Jeandra mendengarkannya.

“Gak selamanya lo harus terlihat baik-baik aja. Lo manusia, lo boleh marah, boleh nangis atau apapun itu.” “Gak selamanya lo harus ketawa padahal hati lo lagi hancur.”

Pukul 22.00 WIB Derian dan teman-temannya baru selesai dengan pekerjaannya.

“Pada langsung balik kan?” tanya Jiano dan diangguki oleh Hasbi.

“Ga, gue mau nongkrong dulu ama bang Jeffin” jawab Jeandra.

“Gue mau mampir ke cafe bang Dirga ah, mau nemuin Denara. Kangen gue” kali ini Derian yang bersuara.

“Dasar bulol” celetuk Hasbi.

“Iri bilang boss” ujar Derian, sementara Hasbi hanya memutarkan bola matanya.


Derian sampai di depan cafe Dirga. Ia pun melepaskan helmnya dan tak lupa merapikan rambutnya. Lalu ia berjalan untuk masuk ke dalam. Namun, langkahnya terhenti di depan pintu karena dia melihat sesuatu yang membuat hatinya tidak terima dan sakit. Dia melihat Denara sedang tertawa lepas dan bercanda dengan Dirga.

Mereka terlihat sangat asik sampai-sampai tak menyadari keberadaan Derian.

Tanpa pikir panjang, Derian kembali ke motornya. Ia memasang helmnya secara kasar dan langsung memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya berkecamuk, hingga ia tidak tahu tujuannya kemana.

Derian dan Jeandra sudah tiba di warkop abah lebih dulu.

“Kan udah gua bilang, si Hasbi bawa motor kayak siput. Lama banget” protes Derian

“Yaudah santai aja dulu, masih jam 8” ujar Jeandra santai sambil menyeruput kopinya.

“Emang lu mau ngomongin apa sih?”

“Nanti aja kalo mereka udah dateng”

Jeandra pun hanya mengangguk. Dan tak lama kemudian, Jiano dan Hasbi tiba.

“Gua ngomong sekarang nih ya?” tanya Derian

“Ntar dulu, gua mau mesen dulu” sahut Hasbi. Derian mendecak sebal pada Hasbi. Sementara Jiano hanya terkekeh melihat kelakuan Derian dan Hasbi.

“Nah udah nih, ngomong dah” ujar Hasbi

“Jadi, gue kepikiran buat kerja sampingan mumpung kelas kita juga udah lumayan longgar. Gua mau ajakin kalian juga” jelas Derian.

Ketiga temannya hanya diam dan menatapnya tidak percaya.

“Lo ga kesambet kan?” tanya Jiano dan Derian hanya menggeleng

“Tumben banget lu, biasanya juga lebih suka rebahan ga ngapa-ngapain” ujar Hasbi

“Iya, tapi gue baru aja kepikiran sama omongannya Denara”

“Dia ngomong apaan emang?” tanya Jeandra

“Dia bilang gue ga ada kerjaan apa? Karena gue nge-chat dia mulu”

“Dari situ gue langsung mikir kalo dia ada benarnya juga. Gue ini udah dewasa, dibanding gue harus nungguin uang kiriman dari ortu gue setiap bulannya dan selalu ngerepotin kalian kalo akhir bulan ga ada duit mendingan gue lakuin sesuatu yang bisa ngehasilin duit” jelas Derian

Ketiga temannya tecengang dengan pemikiran Derian yang bisa bijak juga.

“Gila ya efek Denara bisa sehebat ini” ujar Hasbi takjub. Dan diangguki oleh Jiano dan Jeandra.

“Tapi lo udah tau mau kerja sampingan apa?” tanya Jeandra dan Derian menggeleng.

“Makanya gue ngajak ketemuan buat minta saran sama kalian”

“Nge-band aja gak sih? Di cafe bang Jeffin kan lagi ada lowongan” usul Jiano

“Jeffin yang kating kita yang sohib banget ama si Jeandra?” tanya Hasbi dan diangguki oleh Jiano.

“Boleh tuh, nanti coba gua tanyain bang Jeffin ya” ujar Jeandra.

Derian tersenyum senang. “Makasih, Je”

Jeandra hanya mengangguk dan senyum. Malam itu mereka habiskan dengan obrolan-obrolan ringan serta candaan.

Derian dan Denara sekarang sedang berada di parkiran FEB. Derian memakai helmnya, lalu mengelap bagian jok belakang dengan lengan jaket yang ia kenakan. Denara yang melihatnya pun heran.

“Ngapain di lap segala?”

“Mau di dudukin orang cantik, jadi harus bersih” jawab Derian dengan senyuman lebar khasnya.

Sementara Denara hanya menggelengkan kepalanya. Ia lelah melihat tingkah ajaib Derian.

“Nih pake, Na. Atau mau gue pakein?” Derian mengedipkan sebelah matanya.

“Ga, gue bisa sendiri” ujar Denara sembari memakai helmnya. Kemudian Denara pun naik ke motor Derian.

“Pegangan, Na”

“Udah”

Derian pun heran. Ia tidak merasakan tangan Denara di badannya. Ia pun menolehkan kepalanya ke belakang. Ternyata Denara lebih memilih pegangan ke besi motor.

“Yahh padahal gue pengen dipeluk”

“Jangan banyak mau deh, cepet jalan”

Tanpa menunggu lama lagi, Derian langsung menyalakan mesin motornya lalu motor Derian pun meninggalkan area kampus.


Di sepanjang perjalanan Denara hanya diam saja.

“Na, kamu tau gak apa bedanya kamu sama matahari?”

“Ga”

“Sama sih, gue juga gak tau. Makanya gue nanya”

Denara kira Derian ingin menggombalinya, ternyata dia salah. Lagipula apa sih yang dia harapkan dari Derian, pikir Denara.

Akhirnya mereka pun sampai di depan cafe. Tanpa sepatah kata pun, Denara langsung melepas helmnya dan masuk ke dalam cafe. Meninggalkan Derian dengan kebingungannya.

Siang itu, Derian, Jiano, Hasbi dan Jeandra sedang berada di kantin untuk makan siang.

“Makan, Der” ujar Jiano

“Tau lu, ngapain sih sok-sok an galau” sahut Hasbi

“Pesen aja, Der. Gue traktir” ujar Jeandra.

Wajah Derian langsung sumringah dan matanya berbinar. “Kalo gitu mah gass”

Ia pun langsung pergi memesan makanan. Dan tak lama kemudian ia datang dengan semangkuk bakso di tangan kanannya dan segelas jus jeruk di tangan kirinya.

“Kata gue mah dia gak galau” celetuk Hasbi yang melihat Derian makan dengan lahap.

“Ya emang, gue tuh cuma lagi gak ada duit doang. Biasa, anak kosan” ujar Derian yang masih fokus dengan makanannya.

“Eh ada Denara tuh” celetuk Jiano.

Derian langsung menghentikan kegiatan makannya dan matanya langsung mengarah ke arah yang ditunjuk Jiano. Derian pun diam sejenak lalu melakukan gerakan-gerakan aneh.

“Woy, lu kesurupan?” tanya Jiano panik

“Kata gue mah ini anak mulai gak waras” kata Hasbi

“Jaga ucapanmu, sobat. Itu jurus mendekati Denara namanya. Bye gue mau nyamperin dulu” Derian pun dengan cepat menghampiri Denara sambil merapikan penampilannya.

Jiano, Jeandra dan Hasbi yang melihatnya pun hanya menggelengkan kepala.

Hari semakin sore, Shanin masih berjalan di trotoar jalan dengan tas besarnya. Shanin bingung harus tinggal di mana karena ia tidak punya uang sepeser pun. Gajinya sudah diambil semua oleh ibunya. Shanin pun memilih duduk di halte sebentar, ia lelah terus berjalan tanpa ada tujuang. Batinnya terus berdebat, apakah dia harus meminta bantuan Mahardika atau tidak?

Shanin menundukkan kepalanya. Bahunya bergetar, dia sedang menangis. Ia merasa lelah dengan hidupnya. Rasanya ia ingin menyerah saja, namun dia masih memikirkan mimpinya.

“Mama, Shanin kangen. Apa Shanin nyusul mama aja?” suaranya terdengar pilu

“Shanin..”

Shanin mendongakkan kepalanya dan mendapati Mahardika berdiri dihadapannya. Mahardika yang melihat Shanin menangis pun menjadi khawatir. Mahardika duduk di sebelah Shanin.

“Hey, kenapa?”

“Dikaa...” Shanin langsung memeluk Mahardika erat. Ia menumpahkan tangisannya di dalam dekapan Mahardika. Mahardika pun memeluk Shanin erat dan mengusap rambutnya.

“Dika.. gue mau nyusul mama aja. Gue ga kuat”

“Ssttt, Shanin lo ga boleh ngomong gitu. Ada gue di sini, Shan”

“Kenapa Tuhan ga adil sama gue, Ka? Kenapa Tuhan ga bawa gue pergi juga sama mama dan papa? Kenapa gue ditinggal sendirian dengan hidup begini?” Shanin memukul-mukul lengan Mahardika guna meluapkan emosinya.

Mahardika melonggarkan pelukannya. “Liat gue, Shan!”

Shanin mendongakkan kepalanya untuk menatap Mahardika. “Tuhan itu ga jahat, Tuhan juga selalu adil sama hambanya. Coba liat dari sudut yang berbeda, Shan. Tuhan emang ambil kedua orang tua lo tapi dia ngehadirin gue di hidup lo buat jaga dan nemenin lo..”

“Tuhan juga ngasih cobaan begini karena Tuhan tau kalo lo itu kuat. Lo bisa ngelaluin semua ini. Tuhan tau lo hebat, Shan”

“Tapi.. gue ga sehebat itu, Ka”

“Kata siapa? Lo itu hebat, lo udah ada sampai di titik ini artinya lo udah hebat. Karena lo udah laluin banyak rintangan buat sampai ke titik sekarang”

Shanin diam. Ia mencerna semua perkataan Mahardika.

“Gue bakal di sini buat lo, Shan. Ayo lalui bersama” Mahardika mengusap air mata Shanin dan tersenyum.

“Jangan tinggalin gue..” lirih Shanin

Mahardika hanya tersenyum. “Ayo, kita cari kosan buat lo. Ini udah mau malam”

Akhirnya Shanin pun menurut.

Tuhan selalu adil sama hambanya, kamu bisa melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.

Tuhan memberikan cobaan karena kamu hebat. Bukti kamu hebat adalah kamu bisa berada di titik sekarang.

Setelah menjemput Shanin di cafe tempatnya bekerja, Mahardika tidak langsung mengantarkan Shanin ke rumahnya karena Shanin meminta untuk jalan-jalan malam.

“Segitu kangennya lo sama gue, Shan?”

Shanin mengangguk. “Lo kan tau kalo temen gue cuma lo sama Denara. Sama Denara pun gue belum deket”

Ada kekecewaan di raut wajah Mahardika setelah mendengar jawaban Shanin. Tapi dia menyembunyikan kekecewaannya dan fokus menyetir.

“Emang lo sibuk ngapain?”

“Sibuk nugas, sama urusan keluarga”

Shanin hanya mengangguk. Suasana pun hening sampai Mahardika kembali membuka suara.

“Shan”

Shanin menoleh ke arah Mahardika.

“Kalo misalnya suatu hari gue ga di samping lo lagi, lo bakal baik-baik aja kan?”

Shanin mengerutkan dahinya. “Lo mau ninggalin gue?”

“Nggak, kan gue bilang misalnya”

Shanin mendunduk. “Gue gatau, Ka. Hidup gue rasanya berat banget. Kadang gue mikir, kalo ga ada lo dan cita-cita gue mungkin gue udah nyerah”

Mahardika meraih tangan Shanin. Digenggamnya tangan itu. “Ada atau ga adanya gue, lo ga boleh nyerah ya”

“Tunjukin kalo lo bisa sukses”

Shanin hanya diam saja. Suasana pun kembali hening. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Ada atau ga adanya gue, lo ga boleh nyerah. Tunjukin kalo lo bisa sukses.

Tak terasa masa ospek sudah usah dan kini mereka mulai menjalani masa perkuliahannya dengan normal. Dan selama beberapa hari itu pula Shanin tidak pernah bertemu ataupun bertukar pesan dengan Mahardika.

“Jadi, lo sama Mahardika lagi marahan?” Tanya Derian yang sore itu sedang berada di cafe tempat Shanin bekerja.

Shanin menggelengkan kepala. “Terakhir baik-baik aja, gue sama dia sempet video call an. Dia nyanyiin gue”

“Di grup juga si Dika ga pernah muncul sih”

“Yaudahlah, mungkin dia sibuk”

“Tapi aneh, Shan. Biasanya sesibuk apapun dia, kalo buat lo mah pasti disempetin”

Shanin hanya diam. Ia membenarkan perkataan Derian. Lalu ada apa dengan Mahardika sekarang? Apa Shanin berbuat salah?

“Gatau deh, gue pusing. Gue balik kerja lagi ya”

Derian hanya menganggukkan kepalanya.

— Bagian 28

“Shan, udah nunggu lama?” Shanin pun menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Terlihat Dirga yang sedikit terengah-engah.

“Nggak kok kak”

“Sorry ya, tadi bener-bener ga bisa ditinggal urusannya”

Shanin pun tersenyum. “Gapapa kak, santai aja”

“Ayo ke ruangan saya, Shan”

Shanin pun berdiri dan mengikuti Dirga menuju ruangan pria itu.

“Duduk aja”

Shanin pun duduk di kursi depan Dirga. Dirga pun menyodorkan selembar kertas beserta bolpoin nya. Shanin membaca kata demi kata yang terdapat di kertas tersebut. Setelahnya dia langsung menandatanganinya.

“Oh iya, saya mau ngajuin penawaran buat kamu”

“Penawaran apa kak?”

“Saya udah dengar soal kamu yang cari job tambahan lagi. Nah saya mau nawarin sama kamu buat kerja dengan jam kerja lebih lama dan gaji kamu saya tambahin seperti yang tertera di kontrak. Kamu setuju?”

Tanpa berpikir panjang Shanin pun tersenyum dan mengangguk. “Mau kak”

Dirga pun tersenyum. “Nah kalo gini kan kamu ga perlu cari tambahan lagi”

“Oh iya, ini saya bayar separuhnya dulu gaji kamu. Setengahnya lagi di akhir bulan ya” Dirga memberikan amplop berwarna coklat.

“Tapi kan aku belum kerja apa-apa kak?”

Dirga tersenyum tipis. “Gapapa, ambil aja”

Shanin pun mengambilnya. “Makasih banyak, kak”

“Yaudah kalo gitu kamu udah boleh mulai kerja, untuk seragamnya minta sama Denara ya”

“Denara?”

“Iya, cewek yang jadi kasir di depan”

Shanin pun mengangguk paham dan keluar dari ruangan Dirga.