Setelah melewati masa-masa sulit. Akhirnya hari yang ditunggu para mahasiswa akhir pun tiba, yaitu wisuda kelulusan.
“Lo gak mau ngucapin selamat sama kasih hadiah gitu ke Denara?” Tanya Hasbi.
“Ngasih apaan ya? Lagi gak ada duit gue buat beli bunga,” jawab Derian.
“Gue pinjemin duit dah, beli gih.” Jiano mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah.
“Gak, masa gue mau ngasih bunga ke doi pake duit lu.” Derian tidak menerima uang Jiano.
Ia melihat ke sekelilingnya. Tiba-tiba saja sebuah ide melintas dipikirannya.
“Lu pada tunggu sini ya.”
Derian pun pergi dengan senyumannya.
“Kata gue sih ini anak kelakuannya bakal aneh-aneh lagi,” ujar Hasbi. Sementara Jeandra dan Jiano pun mengangguk setuju.
Tak lama Derian muncul dengan setangkai bunga mawar merah di tangannya.
“Nyuri di mana lo?” Tanya Hasbi.
“Sembarangan ya omongan lu, Bi.” Derian memukul lengan sahabatnya itu.
“Tapi bener sih, gue metik dari situ tuh.” Derian menunjuk ke arah tempatnya memetik bunga.
“Kan apa gue bilang. Ada aja tingkah ajaibnya,” ujar Hasbi yang sudah hafal dengan tingkah sahabatnya.
“Yaudah buruan samperin Denara,” ujar Jeandra.
Derian pun merapikan rambutnya.
“Udah ganteng belum?” Tanyanya
“Udah, tapi tetep gantengan gue,” kata Hasbi.
Derian mendengus lalu pergi dari sana.
Derian pun melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah Denara yang sedang asik berfoto bersama teman-temannya.
“Ekhem... Denara,” panggil Derian.
Denara yang merasa dirinya dipanggil pun menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Derian.
“Boleh ikut gue sebentar gak?” Pinta Derian. Denara pun mengangguk.
Derian mengambil tangan Denara untuk ia genggam lalu menariknya untuk ikut bersamanya. Kali ini Denara tak protes sama sekali.
Derian membawa Denara ke area kampus yang lebih sepi.
“Mau ngomong apa?” Tanya Denara
“Selamat ya atas kelulusannya.” Derian memberikan setangkai bunga mawar yang dipetiknya tadi.
Denara pun menerimanya lalu tersenyum.
“Makasih.”
Derian tertegun melihat Denara yang tersenyum kepadanya untuk pertama kali.
“Gila! Senyuman lo bikin jantung gue pindah ke perut, Na.” Derian memegangi dadanya yang berdebar kencang.
Denara pun tertawa mendengar Derian.
“Ya ampun pake ketawa lagi. Bikin gue makin jatuh cinta aja,” ujar Derian.
“Gombal mulu lo,” ujar Denara.
“Kan sekarang udah lulus, jadi boleh dong gombal.” Derian mengedipkan sebelah matanya.
Denara pun memutar bola matanya malas. Tiba-tiba saja Derian mempersempit jarak diantara mereka. Derian menggenggam tangan Denara sambil menatap matanya.
“Na, gue suka sama lo. Tapi gue gak akan minta lo jadi pacar gue,” ujar Derian menggantung.
Denara pun mengerutkan alisnya. Ia bingung dengan maksud perkataan Derian.
“Gue cuma mau minta lo buat sabar nunggu gue. Beberapa tahun lagi, gue bakal balik ke hadapan lo buat lamar lo, Na.” Derian menatap mata Denara semakin dalam.
“Seperti janji gue, gue bakal sukses dulu baru gue berani lamar lo. Gue mau hidup lo nanti terjamin sama gue, Na.”
“Gue mungkin masih gak bisa janjiin berapa lama waktu yang gue butuhin buat sukses. Tapi gue bisa pastiin kalo gue bakalan sukses dan datang buat lo, Na.”
“Kalau pun pada akhirnya gue membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk itu dan lo udah gak bisa nunggu gue. Lo boleh deket sama orang lain, Na. Tapi maaf, ketika gue balik lagi. Gue bakal rebut lo dari orang itu.”
“Mungkin terdengar egois, tapi gue mau berusaha sebisa gue sampai akhir. Sampai gue bener-bener gak ada harapan lagi. Jadi, lo mau kan nunggu gue?” Tanya Derian mengakhiri semua kata-katanya.
Denara sudah berkaca-kaca. Dia tidak pernah menyangka kalau Derian akan menganggap serius omongannya.
“Iya, gue mau.”
Derian tampak sangat senang.
“Aduh! Gimana ya ngomongnya... Ini boleh izin meluk gak Na?”
Denara tertawa melihat tingkah Derian. Ia pun mengangguk sebagai tanda bahwa mengizinkan Derian untuk memeluknya.
Akhirnya Derian pun memeluk Denara dengan erat.