Kini Derian dan ketiga sahabatnya serta Denara dan juga Shanin sudah berada di tempat pertemuan mereka. Awalnya Derian hanya mengajak Jiano untuk menyelesaikan masalahnya. Namun, teman-temannya ingin ikut karena mereka tak mau Derian dan Jiano akan berakhir babak belur karena emosi masing-masing.
“Gue langsung aja. Gue tau kalo selama ini lo jalan bareng Denara dan deketin dia, No.” ujar Derian dengan sedikit amarahnya.
“Ya bagus kan, jadi gue gak perlu jelasin lagi.” Jiano tampak santai ketika mengatakannya.
Derian berdiri dari duduknya dan menarik kerah kemeja yang dikenakan Jiano. Hasbi dengan sigap menahan Derian.
“Tahan dulu, Der.” Hasbi menarik tangan Derian yang menarik kerah kemeja Jiano tadi.
“Gimana gue mau tahan kalo dia aja begitu,” ujar Derian penuh emosi.
“Kamu bisa gak usah pake emosi gak sih, Der?” Kali ini Denara bersuara.
“Aku emang jalan sama Jiano tapi kita pure gak ada apa-apa. Dan kamu juga tau dari mana?” lanjut Denara.
“Gue, Na. Gue yang ngasih info soal lo ke Derian selama ini.” jawab Shanin.
Denara menatap Shanin tidak percaya.
“Lo bilang ke gue kalo lo gak tau kabar Derian tapi ternyata...”
“Ini kemauan Derian, Na. Maafin gue.” Shanin mendekat ke arah Denara. Namun Denara memundurkan tubuhnya.
“Shanin gak salah, Na. Ini salah aku.” Derian menggenggam tangan Denara namun ditepis.
“Lagian selama ini Jiano deketin Denara juga maksudnya baik,” celetuk Hasbi.
“Maksud lo?” tanya Derian.
“Dia cuma mau jagain Denara dan ngehibur Denara. Dan satu alasan penting lagi...”
“Jiano sengaja bikin lo cemburu biar lo lebih giat sama usaha lo, biar lo cepat berhasil dan balik lagi sama kita.” jelas Hasbi.
Derian menatap Jiano yang tengah tersenyum.
“Itu bener. Gak mungkinlah gue mau rebut Denara, Der. Ya meskipun sembari gue jalanin rencana gue, gue jatuh hati juga sama Denara..”
“Tapi tetep aja gue gak bakal nge-khianatin sahabat gue.” Jiano mendekat ke arah Derian dan menepuk pundak sahabatnya itu.
“Selamat! Usaha lo berhasil, No. Gue cemburu dan gue berhasil bangun perusahaan gue sendiri.” ujar Derian sarkas.
Jiano tergelak mendengarnya.
“Berarti bisa dong gue minta saham?”
Derian menatap tajam Jiano. Lagi, Jiano tertawa melihat sahabatnya itu.
“Becanda doang.”
“Nah, sekarang udah clear kan?” tanya Jeandra.
“Dih gue gak masih marah ya.” ujar Denara.
Derian pun berjalan mendekati Denara. Ia berlutut di hadapan gadis itu. Lalu ia mengeluarkan setangkai mawar.
“Denara Amabella, maafin aku ya?”
Denara hanya diam. Namun itu tak membuat Derian menyerah. Ia masih setia berlutut. Hingga akhirnya Denara mengambil bunganya.
“Pasti bunganya metik di jalan kan?”
“Loh kok tau sih?”
“Nih berdebu. Kebiasaan lo gak berubah, Der.” Denara masih menatap bunga pemberian Derian.
Derian terkekeh. Kemudian ia mengeluarkan sebuah kotak dan membuka kotak yang berisi cincin tersebut.
“Denara Amabella, maaf udah buat kamu nunggu dua setengah tahun untuk ini. So, will you marry me?”
“Terima, Na”
“Terima lah”
Sorakan-sorakan dari teman-teman mereka terdengar. Denara menatap Derian dan cincin di hadapannya secara bergantian. Kali ini, Denara tidak bisa menahan air matanya. Kemudian ia mengangguk. Derian pun memakaikan cincin di jari manis Denara. Lalu ia berdiri dan memeluk Denara dengan erat.
“Aku gak akan kasih kamu sekedar janji, tapi aku akan selalu berusaha buat bahagiain kamu.” Derian masih memeluk Denara erat.