Bertemu
Seorang gadis cantik sedang membantu mamanya untuk membuat kue. Ia tampak sangat bersemangat. Senyuman indahnya terus menghiasi wajah cantiknya.
“Aida, nanti kuenya kamu antar ke rumah sebelah, ya?”
“Rumah sebelah? Emangnya rumah sebelah ada orangnya ya, Ma?”
“Ada, tadi mama sempet tegur sapa. Penghuninya ibu sama anak laki-lakinya.”
Gadis yang bernama Aida itu pun hanya mengangguk. Ia mengira bahwa rumah tersebut tak berpenghuni. Pasalnya, sejak kedatangannya ke sini, ia tak melihat siapapun keluar dari sana dan rumahnya pun terlihat sangat sepi.
Dua puluh menit berselang, kue yang Aida dan Mamanya buat pun sudah matang. Aida memasukkan kuenya ke dalam wadah untuk ia berikan kepada tetangga barunya sesuai dengan perintah mamanya tadi.
“Ma, Aida pergi sekarang ya,” pamit Aida sembari menenteng paper bag yang berisi kue buatannya dan Mamanya. Mama Aida pun hanya mengangguk.
Ada pun melangkahkan kakinya keluar rumah. Ia pun berjalan ke arah rumah yang berada di sebelah kiri rumahnya. Sesampainya di depan pintu rumah bercat putih itu, Aida mengetuknya. Sudah tiga kali ketukan, namun tak ada sahutan atau bahkan orang yang keluar.
“Kayaknya emang mama salah deh. Rumah ini beneran gak ada penghuninya,” batinnya.
Baru saja Aida melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana, pintu rumah tersebut terbuka dan menampakkan sosok pria dengan kursi rodanya. Sekarang Aida paham alasan orang itu lambat untuk membuka pintu.
“Hai kak! Aku Aida, tetangga baru kakak. Aku ke sini karena mau kasih kue ini dari mama.” Aida tersenyum sambil menyerahkan paper bag yang ia bawa.
Danish menerima paper bag itu.
“Makasih. Tapi maaf, gue gak bisa nyuruh lo masuk karena gue lagi sendiri di rumah,” ujar Danish. Ini adalah kalimat pertama yang terlontar dari mulut Danish setelah kejadian setahun silam.
Aida pun hanya mengangguk dan tersenyum. Lagi, Aida menyadari alasan mengapa rumah ini terlihat sepi seperti tak berpenghuni.
“Iya, gapapa kak. Nama kakak siapa?”
Danish mengerutkan dahinya, namun tetap menjawabnya, “Danish.”
Lagi-lagi Aida menyunggingkan senyumannya.
“Kakak mau gak jadi temannya Aida? Kan Aida barupindah ke sini, jadi gak punya teman.”
Danish hanya menganggukkan kepalanya.
“Beneran, Kak?!”
Danish mengangguk. Hal itu membuat Aida melompat senang. Pasalnya, Aida tidak mempunyai teman. Jadi, begitu melihat Danish dengan mudahnya menerima ajakannya untuk berteman ia menjadi begitu senang.
Aida menyerahkan ponselnya kepada Danish. Danish pun menatap Aida dan mengerutkan dahinya. Ia tak paham apa maksud Aida menyerahkan ponselnya kepada Danish.
“Simpan nomor kakak di situ. Biar kita bisa chatan juga.”
Danish pun menuruti permintaan Aida. Ia mengetikkan nomor ponselnya di ponsel Aida.
“Makasih, Kak. Aida pamit pulang dulu ya,” pamit Aida.
Danish menatap punggung Aida yang perlahan hilang dari pandangannya. Lagi, sudut bibir Danis tertarik membentuk senyuman. Kali ini bukan senyuman kecil, namun benar-benar senyuman.
“Gadis unik yang ceria,” pikirnya.
Danish pun masuk ke dalam rumahnya. Ia meletakkan paper bag yang diberikan Aida di atas meja makan. Sementara ia kembali masuk ke dalam kamarnya.
©justdoy_it